Jumat, 04 Maret 2016

Filsafat Sejarah


FILSAFAT SEJARAH
Filsafat Sejarah, Relafisme Sejarah

1.      Definisi
Sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih mendalam, ada baiknya mengetahui dahulu arti relativisme secara bahasa dan istilah. Secara etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism, relative berasal dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam penerapan epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif. Penggagas utama paham ini adalah Protagoras, Pyrrho.
Sedangkan secara terminologis, makna relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial
2.      Sejarah Muncul Paham Relativisme dan Perkembangannya
Doktrin relativisme mulanya berasal dari Protagoras (490 SM-420 SM), tokoh Sophis Yunani terkemuka abad 5 SM. Ia termasuk salah seorang sofis pertama dan juga yang paling terkenal. Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai orator dan pendebat ulung. Ditambah lagi, ia terkenal sebagai guru yang mengajar banyak pemuda pada zamannya. Ia berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Manusia yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai individu. Dengan demikian, pengenalan terhadap sesuatu bergantung pada individu yang merasakan sesuatu itu dengan panca indranya. Contohnya bagi orang sakit, angin terasa dingin. Sedangkan bagi orang sehat, angin itu terasa panas. Di sini kedua orang tersebut benar, sebab pengenalan terhadap angin berdasarkan keadaan fisik dan psikis orang-orang tersebut.
Di zaman Barat postmodern doktrin ini dicetuskan oleh F. Nietzsche dengan doktrin yang disebut nihilisme yang intinya adalah relativisme. Kemudian relativisme berkembang pada peradaban modern yang didasarkan atas dasar rasionalisme, materialisme, positivisme, evolusonisme dan hedonisme. Paham ini selalu terkait dengan masalah etika, agama dan kebudayaan. Pada abad ke-20 paham ini mendapat dukungan dari ahli-ahli antropologi dan pengajian kemanusiaan seperti Ruth Benedict, Edward Westermarck, Hans Reihenbach dan lain-lain.
3. Aliran-Aliran Relativisme
a.  Relativisme Etika
Relativisme etika merupakan paham atau aliran pemikiran filsafat yang secara tegas menolak pendapat yang mengatakan bahwa norma etika berlaku untuk semua orang di mana saja.
Kesimpulan dari paham ini adalah, tindakan yang dianggap tidak beretika di satu tempat, tidak bisa ditetapkan sebagai etika di tempat lain. Karena beda suku, budaya dan bahasa, maka beda pula standarisasi etikanya. Maka kebenaran atas etika suatu kaum adalah relatif.
b. Relativisme Budaya
Relativisme budaya berbeda dengan relativisme etika. Relativisme etika berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tangggung jawab dalam pengalaman hidup seseorang. Sebaliknya, relativisme budaya berbicara mengenai pegangan yang teguh pada prinsip, pengembangan prinsip tersebut, dan tanggung jawab penuh dalam kehidupan dan pengalaman seseorang.

c.  Relativisme Agama
Lain halnya dengan relativisme etika dan budaya, inilah ujung dari paham relativisme yang sangat mengkhawatirkan, yaitu relativisme agama. Paham ini mengajarkan ketidakyakinan atau keraguan umat beragama terhadap kebenaran agamanya sendiri. Inilah akar dari pemikiran Pluralisme Agama yang mengakui kebenaran relatif dari semua agama.
3.      Relativisme Sejarah
Dalam teori dan metodologi sejarah secara epistemologi ada dua aliran yaitu aliran realis dan relativis. Aliran realis adalah para sejarawan yang menganggap bahwa ilmu sejarah adalah objektif. Sedangkan relativis adalah aliran yang menganggap ilmu sejarah adalah subjektif.
Perkembangan historiografi di Prancis tidak jauh beda dengan perkembangan penulisan sejarah di Indonesia walau masih bersifat pragmatis. Sehingga hal ini kenapa kemudian menjadi alasan sejarah bersifat relativis, di mana sejarah menjadi kepentingan pendidikan dan tidak berpatokan dengan yang lain.
Jadi untuk menentukan syarat ilmu pengetahuan ilmiah dalam menanggapi perdebatan dari kalangan ilmuan mengenai sejarah antara lain :
1. penegetahuan di capai secara metodis dan berhubungan secara sistematis
2. kebenaran universal bukan khusus
3. ramalan-ramalan gemilang untuk menguasai peristiwa masa depan.
4. objektif dan diterima oleh umum dengan bukti-bukti
5. bermanfaat secara edukatif, inspiratif, perbandingan dan Guide to action.
Determinisme berasal dari bahasa Latin determinare yang artinya menentukan atau menetapkan batas atau membatasi. Secara umum, pemikiran ini berpendapat bahwa keadaan hidup dan perilaku manusia ditentukan oleh faktor-faktor fisik geografis, biologis, psikologis, sosiologis, ekonomis dan keagamaan yang ada.[2] Determinisme juga berpegangan bahwa perilaku etis manusia ditentukan oleh lingkungan, adat istiadat, tradisi, norma dan nilai etis masyarakat. Istilah ini dimasukkan menjadi istilah filsafat oleh William Hamilton yang menerapkannya pada Thomas Hobbes.[1] Penganut awal pemikiran determinisme ini adalah demokritos yang percaya bahwa sebab-akibat menjadi penjelasan bagi semua kejadian.
Beberapa Pengertian
  1. Determinisme beranggapan bahwa setiap kejadian pasti sudah ditentukan.
  2. Semua kejadian disebabkan oleh sesuatu.
  3. Segala sesuatu di dunia bekerja dengan hukum sebab-akibat.
  4. Sudut pandang filsafat alam melihat determinisme sebagai teori tentang satu-satunya determinasi dari setiap peristiwa alam.
  5. Contoh bentuk pemikiran determinisme: Orang yang bertubuh lemah, geraknya lebih lamban dari orang yang bertubuh kuat; Orang yang berasal dari keluarga harmonis diharapkan dapat menjadi manusia yang lebih seimbang daripada mereka yang berasal dari keluarga yang kacau.
C.    Kebenaran Apriori dan Aposteori
Dalam sebuah proporsisi sumber dari pernyataan di bagi menjadi dua. Dua jenis pernyataan itu adalah apriori dan aposteriori. Keduanya berasal dari bahasa latin. Apriori artinya dari sebelum sedangkan aposteiori berarti dari sesudah. Keduanya dibedakan berdasarkan dari mana sumber pengetahuan itu.
Apriori menyatakan bahwa sumber pengetahuan itu berasal dari sebelum pengalaman. Rasanya aneh bahwa ada pengetahuan yang di dapat dari sebelum sebuah pengalaman. Namun pengetahuan itu ada. Misalnya saja pengetahuan matematis. Pengetahuan seperti 1+1 =2 tidak kita alami terlebih dahulu, atau tidak butuh pengalaman dahulu. Memang seseorang meragukan karena pengalaman ini mungkin saja berasal dari pengalaman. Memang 1+1 bisa didapat dari pengalaman menambah yang dialami. Tetapi coba jika hasilnya lebih besar. Misal 10000 X 2 =20000. Sebagian besar dari kita pastinya belum pernah menghitung hal itu secara empiris. Namun demikian kita memiliki suatu perhitungan yang tepat mengenai masalah ini.
Pengetahuan lain yang bersifat apriori adalah pengetahuan logika bahasa. Misalnya lingkaran itu tidak memiliki sudut. Kita tidak perlu mengadakan penelitian untuk melihat apakah semua lingkaran itu tidak memiliki sudut. Kita cukup memikirkannya saja.
Pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang didapat setelah pengalaman. Sebagai contohnya adalah anjing budi hitam. Pengetahuan macam ini didapat dari pengelaman. Karena itu pengetahuan ini dikatakan aposteriori. Contoh lain adalah pengetahuan mengenai sekarang di luar hujan. Kupu-kupu memiliki dua sayap. Langit berwarna biru. Dan lain sebagainya yang didapatkan setelah pengalaman.

Comments
0 Comments
Tidak ada komentar:
Write komentar

Mau Berlangganan Artikel Gratis ?
Yuk Isi Data di Bawah Ini Gratisss !