FILSAFAT SEJARAH
1.
Definisi
Sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih
mendalam, ada baiknya mengetahui dahulu arti relativisme secara bahasa dan
istilah. Secara etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism,
relative berasal dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam
penerapan epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah
relatif. Penggagas utama paham ini adalah Protagoras, Pyrrho.
Sedangkan secara terminologis, makna
relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah
doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya
dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat
mutlak. Lebih lanjut ensiklopedi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme
apa yang dikatakan benar atau salah; baik atau buruk tidak bersifat mutlak,
tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu,
lingkungan maupun kondisi sosial
2.
Sejarah Muncul
Paham Relativisme dan Perkembangannya
Doktrin
relativisme mulanya berasal dari Protagoras (490 SM-420 SM), tokoh Sophis
Yunani terkemuka abad 5 SM. Ia termasuk salah seorang sofis pertama dan juga
yang paling terkenal. Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai orator dan
pendebat ulung. Ditambah lagi, ia terkenal sebagai guru yang mengajar banyak
pemuda pada zamannya. Ia berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu
(man is the measure of all things). Manusia yang dimaksud di sini adalah
manusia sebagai individu. Dengan demikian, pengenalan terhadap sesuatu
bergantung pada individu yang merasakan sesuatu itu dengan panca indranya.
Contohnya bagi orang sakit, angin terasa dingin. Sedangkan bagi orang sehat,
angin itu terasa panas. Di sini kedua orang tersebut benar, sebab pengenalan
terhadap angin berdasarkan keadaan fisik dan psikis orang-orang tersebut.
Di zaman Barat
postmodern doktrin ini dicetuskan oleh F. Nietzsche dengan doktrin yang disebut
nihilisme yang intinya adalah relativisme. Kemudian relativisme
berkembang pada peradaban modern yang didasarkan atas dasar rasionalisme,
materialisme, positivisme, evolusonisme dan hedonisme. Paham ini selalu terkait
dengan masalah etika, agama dan kebudayaan. Pada abad ke-20 paham ini mendapat
dukungan dari ahli-ahli antropologi dan pengajian kemanusiaan seperti Ruth
Benedict, Edward Westermarck, Hans Reihenbach dan lain-lain.
3. Aliran-Aliran
Relativisme
a. Relativisme Etika
Relativisme etika merupakan paham atau aliran
pemikiran filsafat yang secara tegas menolak pendapat yang mengatakan bahwa
norma etika berlaku untuk semua orang di mana saja.
Kesimpulan dari paham ini adalah, tindakan yang
dianggap tidak beretika di satu tempat, tidak bisa ditetapkan sebagai etika di
tempat lain. Karena beda suku, budaya dan bahasa, maka beda pula standarisasi
etikanya. Maka kebenaran atas etika suatu kaum adalah relatif.
b. Relativisme Budaya
Relativisme budaya berbeda dengan relativisme
etika. Relativisme etika berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya
rasa tangggung jawab dalam pengalaman hidup seseorang. Sebaliknya, relativisme
budaya berbicara mengenai pegangan yang teguh pada prinsip, pengembangan
prinsip tersebut, dan tanggung jawab penuh dalam kehidupan dan pengalaman
seseorang.
c. Relativisme Agama
Lain halnya dengan relativisme etika dan
budaya, inilah ujung dari paham relativisme yang sangat mengkhawatirkan, yaitu
relativisme agama. Paham ini mengajarkan ketidakyakinan atau keraguan umat
beragama terhadap kebenaran agamanya sendiri. Inilah akar dari pemikiran
Pluralisme Agama yang mengakui kebenaran relatif dari semua agama.
3.
Relativisme Sejarah
Dalam
teori dan metodologi sejarah secara epistemologi ada dua aliran yaitu aliran
realis dan relativis. Aliran realis adalah para sejarawan yang menganggap bahwa
ilmu sejarah adalah objektif. Sedangkan relativis adalah aliran yang menganggap
ilmu sejarah adalah subjektif.
Perkembangan
historiografi di Prancis tidak jauh beda dengan perkembangan penulisan sejarah
di Indonesia walau masih bersifat pragmatis. Sehingga hal ini kenapa kemudian
menjadi alasan sejarah bersifat relativis, di mana sejarah menjadi kepentingan
pendidikan dan tidak berpatokan dengan yang lain.
Jadi
untuk menentukan syarat ilmu pengetahuan ilmiah dalam menanggapi perdebatan
dari kalangan ilmuan mengenai sejarah antara lain :
1.
penegetahuan di capai secara metodis dan berhubungan secara sistematis
2.
kebenaran universal bukan khusus
3.
ramalan-ramalan gemilang untuk menguasai peristiwa masa depan.
4.
objektif dan diterima oleh umum dengan bukti-bukti
5.
bermanfaat secara edukatif, inspiratif, perbandingan dan Guide to action.
Determinisme
berasal dari bahasa Latin determinare yang artinya
menentukan atau menetapkan batas atau membatasi. Secara umum, pemikiran ini
berpendapat bahwa keadaan hidup dan perilaku manusia ditentukan oleh
faktor-faktor fisik geografis, biologis, psikologis, sosiologis, ekonomis dan keagamaan
yang ada.[2] Determinisme
juga berpegangan bahwa perilaku etis manusia ditentukan oleh lingkungan, adat
istiadat, tradisi, norma dan nilai etis masyarakat. Istilah ini dimasukkan
menjadi istilah filsafat oleh William Hamilton yang
menerapkannya pada Thomas Hobbes.[1] Penganut awal
pemikiran determinisme ini adalah demokritos yang percaya
bahwa sebab-akibat menjadi penjelasan bagi semua kejadian.
Beberapa
Pengertian
- Determinisme beranggapan bahwa setiap kejadian pasti sudah ditentukan.
- Semua kejadian disebabkan oleh sesuatu.
- Segala sesuatu di dunia bekerja dengan hukum sebab-akibat.
- Sudut pandang filsafat alam melihat determinisme sebagai teori tentang satu-satunya determinasi dari setiap peristiwa alam.
- Contoh bentuk pemikiran determinisme: Orang yang bertubuh lemah, geraknya lebih lamban dari orang yang bertubuh kuat; Orang yang berasal dari keluarga harmonis diharapkan dapat menjadi manusia yang lebih seimbang daripada mereka yang berasal dari keluarga yang kacau.
C.
Kebenaran
Apriori dan Aposteori
Dalam
sebuah proporsisi sumber dari pernyataan di bagi menjadi dua. Dua jenis
pernyataan itu adalah apriori dan aposteriori. Keduanya berasal dari bahasa
latin. Apriori artinya dari sebelum sedangkan aposteiori berarti dari sesudah.
Keduanya dibedakan berdasarkan dari mana sumber pengetahuan itu.
Apriori
menyatakan bahwa sumber pengetahuan itu berasal dari sebelum pengalaman.
Rasanya aneh bahwa ada pengetahuan yang di dapat dari sebelum sebuah
pengalaman. Namun pengetahuan itu ada. Misalnya saja pengetahuan matematis.
Pengetahuan seperti 1+1 =2 tidak kita alami terlebih dahulu, atau tidak butuh
pengalaman dahulu. Memang seseorang meragukan karena pengalaman ini mungkin
saja berasal dari pengalaman. Memang 1+1 bisa didapat dari pengalaman menambah
yang dialami. Tetapi coba jika hasilnya lebih besar. Misal 10000 X 2 =20000.
Sebagian besar dari kita pastinya belum pernah menghitung hal itu secara
empiris. Namun demikian kita memiliki suatu perhitungan yang tepat mengenai
masalah ini.
Pengetahuan
lain yang bersifat apriori adalah pengetahuan logika bahasa. Misalnya lingkaran
itu tidak memiliki sudut. Kita tidak perlu mengadakan penelitian untuk melihat
apakah semua lingkaran itu tidak memiliki sudut. Kita cukup memikirkannya saja.
Pengetahuan
aposteriori adalah pengetahuan yang didapat setelah pengalaman. Sebagai
contohnya adalah anjing budi hitam. Pengetahuan macam ini didapat dari
pengelaman. Karena itu pengetahuan ini dikatakan aposteriori. Contoh lain
adalah pengetahuan mengenai sekarang di luar hujan. Kupu-kupu memiliki dua
sayap. Langit berwarna biru. Dan lain sebagainya yang didapatkan setelah
pengalaman.