Islam dan Pengaruh Barat : Islam dan Kristenisasi
Sejak awal tarikh Masehi, agama
Hindu dan Buddha, yang datang dari India, mempunyai pengaruh besar, khususnya
di Sumatera dan Jawa. Tetapi, di daerah lain pola hidup masih ditentukan oleh
agama tradisional suku-suku Melayu-Polinesia. Mulai tahun 1300, Agama Islam,
yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari India Barat, memperoleh kedudukan yang
semakin kuat. Agama itu masuk lebih dahulu ke Aceh, dan dari sana meluas ke
selatan dan timur. Sekitar tahun 1525 seluruh pantai utara dan sebagian besar
pedalaman Pulau Jawa sudah dikuasai oleh raja-raja Islam. Agama Islam tertanam
juga di pesisir Sumatera dan sebagian Kalimantan. Tetapi keadaan alam kedua
pulau besar ini menyebabkan baru dalam abad ke-19 agama tersebut dapat masuk di
pedalaman. Dari Jawa, Islam melompat ke Maluku dan ke Mindanao Selatan dengan
melewatkan Pulau Sulawesi (Makasar baru masuk Islam tahun 1605).
Karena
Missi Katolik dan di kemudian hari Gereja Protestan paling berkembang di
Indonesia Timur, keadaan di sana, khususnya di Maluku, hendak digambarkan lebih
terinci. Wilayah Maluku terpecah belah dari sudut etnis, politis, dan religius.
Penduduknya termasuk berbagai suku, yang masing-masing mempunyai bahasa
sendiri. Di kawasan Maluku Utara terdapat beberapa kerajaan, antara lain
Ternate dan Tidore. Di bagian lain Maluku tiap-tiap kampung berdiri sendiri,
tetapi pengaruh Ternate dan Tidore semakin meluas. Mulai dari paroan kedua abad
ke-15, sebagian orang Maluku menerima agama Islam, khususnya para raja di
utara, yang kemudian menyandang gelar sultan, dan penduduk jazirah Hitu di
Pulau Ambon. Tetapi sebagian lagi berpegang pada agama suku, antara lain
sebagian besar penduduk Halmahera dan kampung-kampung di jazirah Leitimor.
Akhirnya perlu disebut bahwa penduduk Maluku terbagi menurut pola dualistis,
yang mempertentangkan golongan Patasiwa dan Patalima. Ternate termasuk kaum
Patalima, Tidore kaum Patasiwa. Keadaan ini melahirkan peperangan
terus-menerus. Di tengah dunia yang bergejolak ini, orang Portugis yang masuk
pada awal abad ke-16 hanya merupakan satu kekuatan di tengah begitu banyak
kekuatan lain; mereka tidak dapat menentukan sendiri haluan yang hendak mereka
tempuh, tetapi lebih banyak harus bereaksi terhadap aksi pihak lain.